Pengaturan Knalpot Dalam UU No 22 Tahun 2009
Berikut adalah tips untuk menterjemahkan pengaturan pemakaian knalpot standar di dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sebenarnya mudah saja kita membaca, cari saja kata kunci “knalpot”, kita pasti langsung diarahkan pada Pasal 285 ayat (1)…… wedew !…… langsung ke pasal pidana, pasal yang mengatur sanksi.
Tenang… tenang…. mari kita baca secara keseluruhan Pasal 285 ayat (1) itu :
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Trus kita baca secara lengkap isi pasal-pasal : “Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3)” [baca aja ya sebagaimana terlampir, ga usah dikutip, kepanjangan euy.
Halah !…. kok ga ada tulisan “knalpot” ?
Berbicara knalpot, ada 3 yang bisa kita bayangkan, yaitu BENTUK, GAS BUANG (emisi) dan SUARA (kebisingan) :
- BENTUK, ini ga ngaruh karena yang namanya “bentuk” itu berkaitan dengan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual), jadi kita abaikan.
- GAS BUANG (emisi), ini pasti berkaitan dengan kinerja mesin, jadi kita abaikan lagi.
- SUARA (kebisingan), nah ini ada diatur di Pasal 48 ayat (3) huruf b (Kebisingan Suara)
Berkaitan dengan Kebisingan Suara, kok sama sekali tidak ada pengaturannya lebih detil di dalam UU No 22 Tahun 2009 ?
Sekarang kita baca ayat di bawahnya :
Pasal 48 ayat (4) :
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
Jadi jelas bahwa pengaturan lebih lanjut akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Perlu bro-bro ketahui, bahwa masalah Kebisingan suara merupakan kewajiban pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor dan Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana diatur dalam Pasal 212 :
Setiap pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor dan Perusahaan Angkutan Umum wajib melakukan perbaikan terhadap kendaraannya jika terjadi kerusakan yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.
Karena merupakan “Kewajiban” pastinya mengandung sanksi, yaitu di Pasal 285 ayat (1) jumcto Pasal 48 ayat (3).
Sehubungan dengan Pasal 48 ayat (4), apakah peraturan pemerintahnya sudah terbit ?
Saat ini setahu saya belum terbit, hanya saja di dalam Pasal 324 UU No 22 Tahun 2009 (Ketentuan Peralihan) masih memberlakukan PP 43 TAHUN 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (sepanjang tidak bertentangan), sayangnya di dalam PP ini tidak mengatur mengenai tingkat kebisingan suara knalpot.
Pertanyaan selanjutnya :
“Bagaimana hubungannya UU No 22 Tahun 2009 dengan KNALPOT STANDAR, sedangkan di UU tersebut sama sekali tidak menyebutkannya ? dan apa pengertian KNALPOT STANDAR ?”
Jawabnya gampang bro…..
Sama halnya dengan pemberlakuan untuk helm SNI, pada awalnya SNI 1811-2007 hanyalah sebatas standar (tidak mengikat), kemudian diangkat menjadi “norma wajib” berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 40/M-IND/PER/6/2008 yang mengatur produsen helm dalam negeri dan importir helm dari luar negeri. Kemudian diangkat lagi menjadi “norma wajib” di dalam UU No. 22 Tahun 2009 yang berlaku, tidak saja kepada produsen/importir helm, penjual, tetapi berlaku juga bagi pengendara sepeda motor.
Untuk tingkat kebisingan knalpot, memang PP-nya belum terbit, tetapi, untuk produsen motor di Indonesia sudah ada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 TAHUN 2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Baru.
Jadi, yang dimaksud dengan KNALPOT STANDAR, bukan tidak mungkin pengertiannya adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 TAHUN 2009 :
Pasal 1 angka 1 :
Ambang batas kebisingan kendaraan bermotor tipe baru adalah batas maksimum energi suara yang boleh dikeluarkan langsung dari mesin dan/atau transmisi kendaraan bermotor tipe baru
Dan bukan suatu hal yang mustahil apabila nanti akan diangkat menjadi “norma wajib” di dalam PP sebagai pelaksana UU No. 22 Tahun 2009 serta berlaku terhadap penggunaan knalpot motor di jalan raya.
Adapun materi (tingkat kebisingan knalpot motor) yang diatur dalam peraturan menteri tersebut di atas adalah:
- ≤ 80 cc maksimal 80 dB
- < 80-175 cc maksimal 90 dB
- < 175 cc maksimal 90 dB.
Ketentuan tingkat kebisingan motor Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 TAHUN 2009 ini mengacu standar global ECE (Economic Comission for Europe)-R-41-01.
Jadi, pengertian “Knalpot Standar” pada saat ini, perdebatannya hanya didasarkan pada bentuk yang dikeluarkan oleh pabrik, bukan didasarkan pada tingkat kebisingan yang dikeluarkan oleh knalpot tersebut. Oleh karena itu, selama PP pelaksana UU No. 22 Tahun 2009 belum terbit, penerapan Pasal 285 ayat (1) belum mempunyai kekuatan hukum mengikat, begitu pula dengan penerapan sanksinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar